Senin, 19 Desember 2016

faktor peledakan populasi hama

FAKTOR PELEDAKAN POPULASI HAMA

Jelaskan mengapa terjadi peledakan populasi hama karena faktor berikut !
1. Pemindahan tanaman ke daerah yang berbeda iklim
Populasi hama sifatnya dinamis. Jumlah tersebut bisa naik, bisa turun, atau tetap seimbang, tergantung keadaan lingkungannya. Bila suatu tanaman dipindahan ke daerah lain yang berbeda iklim dengan kondisi lingkungan cocok, populasi hama berembang pesat. Pada suhu optimum, kemampuan hama untuk berkembang biak sangat besar dan kematian amat sedikit, menyebabkan terjadi peledakan hama. Begitu juga dengan kelembaban, bila kelembaban sesuai dengan kebutuhan hidup hama, hama tersebut cenderung tahan terhadap suhu-suhu ekstrem dan menyebabkan perkembangan telur menjadi lebih cepat. Untuk curah hujan, apabila berlebihan menimbulkan dampak negatif bagi hama itu sendiri karena dapat menghalangi perkembangbiakan dan pertumbuhan organisme hama. Selain itu angin juga berpengaruh terhadap perkembangan hama terutama dalam proses penyebaran hama tanaman. Misalnya kutu daun (Aphid).
2. Hasil pemuliaan tanaman
Dengan adanya berbagai pengebangan tumbuhan seperti persilangan hingga rekayasa genetika sebenarnya telah merubah mekanisme ketahanan alami pada tumbuhan itu sendiri. Tanaman hasil rekayasa genetika cenderung resisten terhadap hama karena adanya gen-gen yang disisipkan dan memungkinkan tanaman terhindar, mempunyai daya tahan atau daya sembuh dari serangan serangga dalam kondisi yang akan menyebabkan kerusakan lebih besar pada tanaman lain dari spesies yang sama. Tetapi ada pula kondisi dimana tanaman hasil pemuliaan tersebut rentan terhadap hama yang menyerang dan tidak adanya musuh alami sehingga perkembangbiakan hama tidak dapat dihentikan dan terjadilah peledakan populasi hama. Apalagi daya tahan suatu varietas unggul yang berhasil dirakit sampai sekarang terbatas menghadapi beberapa spesies hama saja.
3. Berkurangnya keragaman genetik
Berkurangnya keragaman genetik pada tanaman tertentu menyebabkan cara tanam yang cenderung sama setiap waktu (monokultur). Dengan cara tanam tersebut berakibat tanaman menjadi rentan terhadap serangan hama dan terjadilah peledakan populasi hama apabila tidak dikendalikan dengan benar.
4. Jarak tanam
Jarak tanam yang tidak teratur memberikan dampak yang kurang baik terhadap pertumbuhan dan hasil suatu tanaman yang diproduksi terutama berkaitan dengan hama yang menyerang tanaman tersebut. Apabila jarak tanaman terlalu rapat mengakibatkan perkembangbiakan dan perpindahan hama dari satu tanaman ke tanaman yang lain semakin cepat.
5. Penanaman terus-menerus
Penanaman terus-menerus di suatu lahan produksi akan mengakibatkan meledaknya populasi hama terutama karena makanan untuk hama tersedia sepanjang waktu. Terlebih jika tanaman tersebut tidak diselingi oleh tanaman lain yang resisten terhadap serangan hama, maka perkembangbiakan hama menjadi pesat.
6. Unsur hara tanah
Struktur dan kelembaban tanah berpengaruh besar terhadap kehidupan hama, begitu pula unsur hara. Apabila dalam suatu tanah berstruktur gembur dengan kandungan bahan organik tinggi, kelembaban cukup, serta tersedianya unsur hara yang juga diperlukan bagi hama (khususnya hama yang seluruh atau sebagian hidupnya di dalam tanah) maka mendukung perkembangbiakan hama dengan pesat dan terjadilah peledakan populasi hama.
7. Masa tanam
Masa tanam pun perlu diperhatikan dalam melakukan usahatani tetentu, karena apabila menanam tanpa diatur masa tanam ataupun jangka waktunya, menyebabkan terjadinya gangguan akibat serangan hama. Serangan hama yang lebih banyak terjadi sewaktu musim kemarau terjadi pada tanaman kubis.Untuktanaman padi, masa tanam pertama cenderung bagus, baik hasil maupun tanaman, sebab pada masa tanam pertama, tanah yang kering pada musim kemarau, membuat virus penyakit dan hama tanaman padi mati. Sedangkan untuk masa tanam kedua, tanaman padi tidak sebagus masa tanam pertama karena kondisi tanah maupun cara pemupukan membuat virus penyakit kembali berkembang.
8. Asosiasi antara tanaman dan hama
Asosiasi antara tanaman dan hama dapat terjadi antara tanaman inang dan hama. Tanaman inang adalah tanaman yang menjadi makanan dan tempat tinggal organisme hama. Bila tanaman yang disukai tedapat dalam jumlah banyak, populasi hama meningkat cepat. Sebaliknya bila makanan kurang populasi hama akan menurun.
9. Pestisida yang merubah fisiologi tanaman
Pengendalian terhadap hama seringkali menggunakan pemakaian pestisida yang harus diperhatikan ketepatan dosisnya. Kelebihan atau kekurangan dosis dapat berakibat merugikan manusia. Bila terjadi kelebihan dosis, hama atau penyakit memang akan musnah, tetapi tanaman juga akan musnah. Sedangkan bila kekurangan dosis, akan menyebabkan hama atau penyakit bertambah kebal dan dan keturunannya pun akan bertambah kebal pula, sehingga terjadilah peledakan populasi hama apabila penanganannya tidak tepat. Pestisida juga dapat merubah fisiologi tanaman misalnya ada jenis pestisida yang merangsang pertumbuhan kuncup dan bunga menyebabkan berkembabiaknya hama tanaman tertentu.

Resistensi dan resurgensi pestisida

1. Munculnya Ketahanan(Resistensi) Hama Terhadap Pestisida
Timbulnya ketahanan hama terhadap pemberian pestisida yang terus menerus, merupakan fenomena dan konsekuensi ekologis yang umum dan logis.
Munculnya resistensi adalah sebagai reaksi evolusi menghadapi suatu tekanan (strees). Karena hama terus menerus mendapat tekanan oleh pestisida, maka melalui proses seleksi alami, spesies hama mampu membentuk strain baru yang lebih tahan terhadap pestisida tertentu yang digunakan petani. Pada tahun 1947, dua tahun setelah penggunaan pestisida DDT, diketahui muncul strain serangga yang resisten terhadap DDT. Saat ini, telah didata lebih dari 500 spesies serangga hama telah resisten terhadap berbagai jenis kelompok insektisida.
Mekanisme timbulnya resistensi hama dapat dijelaskan sebagai berikut. Apabila suatu populasi hama yang terdiri dari banyak individu, dikenakan pada suatu tekanan lingkungan, misalnya penyemprotan bahan kimia beracun, maka sebagian besar individu populasi tersebut akan mati terbunuh. Tetapi dari sekian banyak individu, ada satu atau beberapa individu yang mampu bertahanhidup. Tidak terbunuhnya individu yang bertahan tersebut, mungkin disebabkanterhindar dari efek racun pestisida,atau sebahagian karena sifat genetik yang dimilikinya. Ketahanan secara genetik ini, mungkin disebabkan kemampuan memproduksi enzim detoksifikasi yang mampu menetralkan daya racun pestisida. Keturunan individu tahan ini, akan menghasilkan populasi yang juga tahan secara genetis. Oleh karena itu, pada generasi berikutnya anggota populasi akan terdiri dari lebih banyak individu yang tahan terhadap pestisida. Sehingga muncul populasi hama yang benar-benar resisten.
Dari penelaahan sifat-sifat hama, hampir setiap individu memiliki potensi untuk menjadi tahan terhadap pestisida. Hanya saja, waktu dan besarnya ketahanan tersebut bervariasi, dipengaruhi oleh jenis hama, jenis pestisida yang diberikan, intensitas pemberian pestisida dan faktor-faktor lingkungan lainnya. Oleh karena sifat resistensi dikendalikan oleh faktor genetis, maka fenomena resistensi adalah permanent, dan tidak dapat kembali lagi. Bila sesuatu jenis serangga telah menunjukkan sifat ketahanan dalam waktu yang cukup lama, serangga tersebut tidak akan pernah berubah kembali lagi menjadi serangga yang peka terhadap pestisida.
Di Indonesia, beberapa jenis-jenis hama yang diketahui resisten terhadap pestisida antara lain hama Kubis Plutella xylostella, hama Kubis Crocidolomia pavonana, hama penggerek umbi Kentang Phthorimaea operculella, dan Ulat Grayak Spodoptera litura. Demikian juga hama hama-hama tanaman padi seperti wereng coklat (Nilaparvata lugens), hama walang sangit(Nephotettix inticeps) dan ulat penggerek batang (Chilo suppressalis). dilaporkanmengalami peningkatan ketahanan terhadap pestisida. Dengan semakin tahannya hama terhadap pestisida, petani terdorong untuk semakin sering melakukan penyemprotan dan sekaligus melipat gandakan tinggkat dosis. Penggunaan pestisida yang berlebihan ini dapat menstimulasi peningkatan populasi hama.
Ketahanan terhadap pestisida tidak hanya berkembang pada serangga atau binatang arthropoda lainnya, tetapi juga saat ini telah banyak kasus timbulnya ketahanan pada pathogen/penyakit tanaman terhadap fungisida, ketahanan gulma terhadap herbisida dan ketahanan nematode terhadap nematisida.
2.Resurgensi Hama
Peristiwa resurgensi hama terjadi apabila setelah diperlakukan aplikasi pestisida, populasi hama menurun dengan cepat dan secara tiba-tiba justru meningkat lebih tinggi dari jenjang polulasi sebelumnya. Resurgensi sangat mengurangi efektivitas dan efesiensi pengendalian dengan pestisida.
Resurjensi hama terjadi karena pestisida, sebagai racun yang berspektrum luas, juga membunuh musuh alami. Musuh alami yang terhindar dan bertahan terhadap penyemprotan pestisida, sering kali mati kelaparan karena populasi mangsa untuk sementara waktu terlalu sedikit, sehingga tidak tersedia makanan dalam jumlah cukup. Kondisi demikian terkadang menyebabkan musuh alami beremigrasi untuk mempertahankan hidup. Disisi lain, serangga hama akan berada pada kondisi yang lebih baik dari sebelumnya. Sumber makanan tersedia dalam jumlah cukup dan pengendali alami sebagai pembatas pertumbuhan populasi menjadi tidak berfungsi. Akibatnya populasi hama meningkat tajam segera setelah penyemprotan.
Resurgensi hama, selain disebabkan karena terbunuhnya musuh alami, ternyata daripenelitianlima tahun terakhir dibuktikan bahwa ada jenis-jenis pestisida tertentu yang memacu peningkatan telur serangga hama . Hasil ini telah dibuktikan International Rice Research Institute terhadap hama Wereng Coklat (Nilaparvata lugens).

Dampak penggunaan pestisida

Dampak Penggunaan Pestisida pada Lingkungan
Dalam penerapan di bidang pertanian, ternyata tidak semua pestisida mengenai sasaran. Kurang lebih hanya 20 persen pestisida mengenai sasaran sedangkan 80 persen lainnya jatuh ke tanah. Akumulasi residu pestisida tersebut mengakibatkan pencemaran lahan pertanian. Apabila masuk ke dalam rantai makanan, sifat beracun bahan pestisida dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti kanker, mutasi, bayi lahir cacat, CAIDS (Chemically Acquired Deficiency Syndrom) dan sebagainya (Sa’id, 1994).

Pada masa sekarang ini dan masa mendatang, orang lebih menyukai produk pertanian yang alami dan bebas dari pengaruh pestisida walaupun produk pertanian tersebut di dapat dengan harga yang lebih mahal dari produk pertanian yang menggunakan pestisida (Ton, 1991). Pestisida yang paling banyak menyebabkan kerusakan lingkungan dan mengancam kesehatan manusia adalah pestisida sintetik, yaitu golongan organoklorin. Tingkat kerusakan yang disebabkan oleh senyawa organoklorin lebih tinggi dibandingkan senyawa lain, karena senyawa ini peka terhadap sinar matahari dan tidak mudah terurai (Sa’id, 1994).

Penyemprotan dan pengaplikasian dari bahan-bahan kimia pertanian selalu berdampingan dengan masalah pencemaran lingkungan sejak bahan-bahan kimia tersebut dipergunakan di lingkungan. Sebagian besar bahan-bahan kimia pertanian yang disemprotkan jatuh ke tanah dan didekomposisi oleh mikroorganisme. Sebagian menguap dan menyebar di atmosfer dimana akan diuraikan oleh sinar ultraviolet atau diserap hujan dan jatuh ke tanah (Uehara, 1993).

Pestisida bergerak dari lahan pertnaian menuju aliran sungai dan danau yang dibawa oleh hujan atau penguapan, tertinggal atau larut pada aliran permukaan, terdapat pada lapisan tanah dan larut bersama dengan aliran air tanah. Penumpahan yang tidak disengaja atau membuang bahan-bahan kimia yang berlebihan pada permukaan air akan meningkatkan konsentrasi pestisida di air. Kualitas air dipengaruhi oleh pestisida berhubungan dengan keberadaan dan tingkat keracunannya, dimana kemampuannya untuk diangkut adalah fungsi dari kelarutannya dan kemampuan diserap oleh partikel-partikel tanah.

Berikut ini akan diuraikan bebrapa dampak penggunaan pestisida yang berhubungan dengan lingkungan dan ekosistem.

1) Punahnya Spesies
Polutan berbahaya bagi biota air dan darat. Berbagai jenis hewan mengalami keracunan dan kemudian mati. Berbagai spesies hewan memiliki kekebalan yang tidak sama. Ada yang peka, ada pula yang tahan. Hewan muda dan larva merupakan hewan yang peka terhadap bahan pencemar. Ada hewan yang dapat beradaptasi sehingga kebal terhadap bahan pencemar dan ada pula yang tidak. Meskipun hewan mampu beradaptasi, harus diketahui bahwa tingkat adaptasi hewan ada batasnya. Bila batas tersebut terlampaui, hewan tersebut akan mati.

2) Peledakan Hama
Penggunaan pestisida dapat pula mematikan predator. Jika predator punah, maka serangga dan hama akan berkembang tanpa kendali.

3) Gangguan Keseimbangan lingkungan
Punahnya spasies tertentu dapat mengubah pola interaksi di dalam suatu ekosistem. Rantai makanan, jaring-jaring makanan dan aliran energi menjadi berubah. Akibatnya keseimbangan lingkungan, daur materi, dan daur biogeokimia menjadi terganggu.

4) Kesuburan Tanah Berkurang
Penggunaan insektisida dapat mematikan fauna tanah dan dapat juga menurunkan kesuburan tanah. Penggunaan pupuk terus menerus dapat menyebabkan tanah menjadi asam. Sehingga dapat menurunkan kesuburan tanah.

Kerusakan tanah atau lahan dapat disebabkan oleh kemerosotan struktur tanah (pemadatan tanah dan erosi), penurunan tingkat kesuburan tanah, keracunan dan pemasaman tanah, kelebihan garam dipermukaan tanah, dan polusi tanah.  Faktor-faktor yang mempengaruhi degradasi tanah atau lahan adalah : (1) pembukaan lahan (deforestration) dan penebangan kayu hutan secara berlebihan untuk kepentingan domestik, (2) penggunaan lahan untuk kawasan peternakan/penggembalaan secara berlebihan (over grazing), dan (3) aktivitas pertanian dalam penggunaan pupuk dan pestisida secara berlebihan (Hakim, 2002).
Dampak Penggunaan Pestisida Terhadap Kesehatan Manusia
Pestisida merupakan sarana untuk membunuh hama-hama tanaman, dalam Konsep Pengendalian Hama Terpadu pestisida berperan sebagai salah satu komponen pengendalian. Pestisida dengan cepat menurunkan populasi hama hingga meluasnya serangan dapat dicegah, dan kehilangan hasil panen dapat dikurangi. Tetapi, benefit bagi produksi pertanian tanaman tersebut bukan tidak menimbulkan dampak. Para ahli menyatakan bahwa salah satu penyebab terbesar penyakit dan penuaan dini pada manusia adalah banyaknya bahan kimia yang ada di lingkungan kita, dan rekayasa genetika yang kerap dilakukan pada budidaya bahan pangan non-organik merupakan salah satu penyebabnya.

Sekitar 40 % kematian di dunia disebabkan oleh pencemaran lingkungan termasuk tanaman-tanaman yang dikonsumsi manusia, sementara dari 80 ribu jenis pestisida dan bahan kimia lain yang digunakan saat ini, hampir 10 % bersifat karsinogenik atau dapat menyebabkan kanker. Sebuah penelitian tentang kanker juga pernah menyatakan bahwa sekitar 1,4 juta kanker di dunia disebabkan oleh pestisida.

Penggunaan pestisida sangat berdampak terhadap kesehatan dan lingkungan. Setiap hari ribuan petani dan para pekerja dipertanian diracuni oleh pestisida oleh pestisida  dan setiap tahun diperkirakan jutaan orang yang terlibat dipertanian menderita keracunan akibat penggunaan pestisida. Dalam beberapa kasus keracunan pestisida, petani dan pekerja di pertanian lainnya terkontaminasi (terpapar) pestisida pada proses mencampur dan menyemprotkan pestisida     (pan AP,2001). Di samping itu masyarakat sekitar lokasi pertanian sangat beresiko terkontaminasi pestisida melalui udara, tanah dan air yang ikut tercemar, bahkan konsumen melalui produk pertanian yang menggunakan pestisida juga beresiko terkontaminasi pestisida.

Penelitian terbaru mengenai bahaya pestisida terhadap keselamatan nyawa dan kesehatan manusia sangat mencengankan. WHO (World Helth Organization) dan Program Lingkungan PBB memperkirakan ada 3 juta orang yang bekerja pada sektor pertanian di negara-negara berkembang terkena racun pestisida dan sekitar 18 ribu orang diantaranya meninggal setiap tahunnya (Miller, 2004).


Menurut NRDC (Natural Resources Defenns Council) tahun 1998, hasil penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan penderita kanker otak, leukemia dan cacat pada anak-anak awalnya disebabkan tercemar pestisida kimia.